Kabupaten Buru, AMC.id — Pertambangan Tanpa Izin (PETI) masih menjadi persoalan yang berlarut-larut pada lingkaran tambang emas Gunung botak hingga saat ini menjadi pertanyaan dimana fungsi pengawasan yang melekat pada Pemerintah Daerah
Laeko Lapandewa S.HI.,M.H. Selaku Praktisi Hukum sekaligus Devisi Hukum LSM Ekologi Pembangunan mengatakan kepada awak media lewat telpon selulernya pada Sabtu (4/12025), bahwa dirinya sangat menyayangkan lemahnya peran pemerintah dalam melakukan pengawasan dan penindakan hukum hingga kegiatan penambangan PETI hingga saat ini terus terjadi.
Gunung botak merupakan sebuah lokasi yang terletak di desa persiapan wamsait kecamatan Waelata kabupaten buru menjadi terkenal dimata publik sejak tahun 2012 hingga saat ini karena wilayah tersebut ditemui adanya potensi tambang emas yang sudah menghasilkan ribuan Ton emas yang dikelola tanpa ijin oleh oknum penambang
Potensi emas yang dikelola oleh oknum penambang ini bukan membawa manfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya secara keseluruhan malah justru membawa malapetaka secara keseluruhan kedepan
Tak henti hentinya pihak kepolisian dan pemerintah daerah melakukan penertiban namun tak henti hentinya juga masyarakat penambang melakukan kegiatan secara liar tanpa takut terjerat hukum dan tidak ada ganti rugi terhadap kerusakan lingkungan
” Kalau hal ini terjadi terus menerus pastinya yang dirugikan adalah masyarakat terkena dampak dan lingkungan secara keseluruhan, sebenarnya hal ini tidak lalu dibiarkan begitu saja sebab, kalau kerusakan terus menerus terjadi
maka siapa lagi yang harus bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan”, pungkas Lapandewa
Dimana yang terjadi, adalah konflik horizontal seperti kerusakan lingkungan, pencemaran lingkungan, konflik sosial, ekonomi, dan konflik budaya
Dirinya menduga adanya pembiaran yang dilakukan oleh oknum oknum tertentu sehingga kegiatan penambangan ilegal terus terjadi secara masif
PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.
Dan kegiatan Peti dapat memicu kerusakan lingkungan dan memicu konflik horisontal di dalam masyarakat,” Ucap Eko
Selain itu, PETI juga mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap Negara maupun terhadap masyarakat sekitar. “Karena mereka tidak berizin, tentu akan mengabaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya. Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,” ujarnya
Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.
Dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.
“PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat,” imbuhnya.
Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.
Pelaksanaan PETI juga umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Banyak terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standar, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD), tidak adanya ventilasi udara pada tambang bawah tanah, dan tidak terdapat penyanggaan pada tambang bawah tanah.
Olehnya itu dirinya meminta adanya Perhatian khusus Pemerintah secara keseluruhan terhadap praktik penambangan ilegal ini harus ada tindakan tegas harus ada tindakan penegakkan hukum biar ada efek jera, tapi kalau tidak dilakukan tindakan tegas secara umum maka yang terjadi adalah kerusakan lingkungan secara jangka panjang dan anak cucu kedepan tidak bisa lagi menikmati lingkungan yang lestari tambahnya
MK
Red