Bandung, AMC.id — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Kls I A Khusus mengadili 5 (lima) terdakwa korupsi pembangunan jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan disingkat Cisumdawu. Kelimanya didakwa merugikan keuangan negara Rp329.718.336.292 (tiga ratus dua puluh sembilan miliar tujuh ratus delapan belas juta tiga ratus tiga puluh enam ribu dua ratus sembilan puluh dua rupiah).
Di muka pengadilan dengan Majelis Hakim yang diketuai Panji Surono pada hari Rabu tanggal 4 September 2024, Jaksa Penuntut Umum disingkat JPU membacakan Surat Dakwaan terhadap 5 (lima) terdakwa yaitu :
1. Dadan Setiadi Megantara – Direktur PT Wista Raya;
2. Atang Rahmat – Anggota Tim P2T, pegawai BPN;
3. Agus Priyono – Ketua Satgas B Tim P2T, pegawai BPN;
4. Mono Igfirly – Pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP);
5. Mushofah Uyun – Kades Cilayung.
Mereka terlibat dalam pengalihan hak kepemilikan dan manipulasi data dalam berbagai tindakan yang mengakibatkan kerugian negara dalam proyek pembangunan Tol Cisumdawu Seksi 1.
Perkara korupsi Tol Cisumdawu berawal dari Pembebasan Lahan untuk Proyek Tol Cisumdawu pada tahun 2019-2020 ketika pemerintah memulai proyek pembangunan Jalan Tol Cisumdawu Seksi 1 di Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Untuk merealisasikan proyek strategis nasional ini, dilakukan pembebasan lahan yang melibatkan berbagai tahapan, termasuk inventarisasi dan identifikasi hak kepemilikan tanah yang terkena proyek tersebut.
Proses Inventarisasi dan Identifikasi Hak Kepemilikan Tanah Inventarisasi dan identifikasi hak kepemilikan tanah dilakukan oleh Tim Pengadaan Tanah disingkat P2T, yang dipimpin oleh Agus Priyono sebagai Ketua Satgas B, dengan Atang Rahmat sebagai salah satu anggotanya. Proses ini bertujuan untuk menentukan lahan – lahan yang akan dibebaskan dan menentukan kompensasi yang tepat bagi pemilik lahan yang terkena dampak proyek pembangunan tol.
Setelah proses inventarisasi dan identifikasi selesai, data yang diperoleh diserahkan kepada Kantor Jasa Penilai Publik disingkat KJPP, Mono Igfirly untuk mendapatkan Nilai Penggantian Wajar atau NPW) yang merupakan dasar untuk menghitung jumlah kompensasi yang akan diberikan kepada pemilik lahan. Manipulasi Data dan Pengalihan Hak Kepemilikan Namun, dalam proses inventarisasi ini, ditemukan adanya manipulasi data hak kepemilikan tanah.
Beberapa bidang tanah yang seharusnya tidak layak untuk diganti rugi dimasukkan ke dalam daftar kompensasi. Selain itu, terdapat pengalihan hak kepemilikan yang dilakukan setelah penetapan lokasi pembangunan tol, yang bertentangan dengan keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 620/Kep.824-Sarek/2005 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu.
Terdapat sembilan bidang tanah yang terlibat dengan hak kepemilikan berupa tujuh Letter C atau tanah adat dan dua Sertifikat Hak Guna Bangunan disingkat SHGB. Kesembilan bidang tanah ini dinilai oleh KJPP Mono Igfirly, yang kemudian diajukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen disingkat PPK Pengadaan Tanah di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat disingkat PUPR untuk proses pembayaran kompensasi.
Penilaian Ganti Rugi yang Tidak Wajar Penilaian ganti rugi yang dilakukan oleh KJPP Mono Igfirly dinilai tidak wajar dan melebihi nilai yang seharusnya.
Hal ini mengindikasikan adanya upaya manipulasi yang menguntungkan pihak – pihak tertentu dengan cara memperbesar nilai ganti rugi yang harus dibayarkan oleh negara. Proses ini melibatkan beberapa pejabat, termasuk Mono Igfirly dari KJPP, yang berperan dalam menetapkan NPW yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
Setelah mencium adanya ketidakwajaran dalam proses pengadaan tanah ini, Kejaksaan Negeri Sumedang melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dari hasil penyelidikan, ditemukan berbagai pelanggaran hukum, termasuk manipulasi data, pengalihan hak kepemilikan yang tidak sah, dan penilaian ganti rugi yang tidak wajar. Penyelidikan ini mengungkap kerugian negara sebesar Rp329.718.336.292, yang diakibatkan oleh tindakan para terdakwa.
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi disingkat PTPK sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor: 20 Tahun 2001. Dakwaan tersebut mencakup berbagai tindakan korupsi yang dilakukan para terdakwa, termasuk manipulasi data hak kepemilikan, pengalihan hak kepemilikan setelah adanya penetapan lokasi, dan penilaian ganti rugi yang tidak wajar.
Dalam sidang perdana tersebut, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada para penasihat hukum untuk menanggapi dakwaan untuk dibacakan oleh JPU. Tim Kuasa Hukum Kelima terdakwa sepakat untuk tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan tersebut. Namun, Penasihat Hukum Dadan Setiadi Megantara meminta pengalihan tahanan dengan alasan kesehatan karena kliennya yang sedang sakit. Hakim memutuskan untuk mempertimbangkan permintaan dan ahan memberikan keputusan pada sidang selanjutnya, terutama dalam proyek – proyek yang menggunakan dana publik.
Edi Ms
Red