Serang, AMC.id — Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Serang 2024 menjadi sorotan publik setelah Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025, yang membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Serang Nomor 2028 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Bupati Serang Tahun 2024 Dan Memerintahkan KPU Kab.Serang untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang di Seluruh TPS di Kabupaten Serang. Keputusan ini diambil setelah adanya dugaan intervensi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yandri Susanto, dalam pemenangan istrinya, Ratu Rachmatuzakiyah terbukti dalam proses persidangan di MK. Polemik ini tidak hanya menimbulkan perdebatan politik, tetapi juga mempertanyakan integritas pemilu dan netralitas pejabat publik.
Fakta di Balik PSU Pilkada Serang
- Keputusan Mahkamah Konstitusi
MK dalam Putusan Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 memerintahkan PSU di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kabupaten Serang. Beberapa alasan utama yang menjadi dasar putusan ini meliputi:
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Yandri Susanto
MK menemukan adanya indikasi bahwa Yandri Susanto, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Desa, ikut campur dalam proses pemilihan untuk mendukung istrinya. Hal ini dianggap melanggar asas netralitas pejabat publik dalam pemilu.
Keterlibatan Kepala Desa dalam Kampanye
Bukti berupa video yang menunjukkan sejumlah kepala desa secara terbuka mendukung pasangan calon nomor urut 2 menjadi salah satu faktor kuat dalam keputusan MK.
Prinsip Pemilu yang Tidak Jujur dan Adil
MK menilai bahwa pelanggaran yang terjadi bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), sehingga dapat memengaruhi hasil pemilihan.
- Klarifikasi dan Bantahan Yandri Susanto
Yandri Susanto dalam konfrensi persnya menolak tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam memenangkan istrinya. Dalam berbagai pernyataannya, ia menegaskan:
Tidak ada intervensi yang ia lakukan dalam proses Pilkada Serang.
Istrinya menang karena dukungan masyarakat, bukan karena campur tangan pejabat negara.
Ia menghormati putusan MK, meskipun menganggap bahwa putusan tersebut didasarkan pada asumsi yang belum terbukti kuat secara hukum.

Polemik yang Muncul
Putusan MK ini menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai pihak, termasuk:
Pendukung Yandri Susanto dan Ratu Rachmatuzakiyah yang merasa keputusan MK tidak adil dan berpotensi menjadi bentuk kriminalisasi politik.Kelompok pro-demokrasi yang menilai PSU adalah langkah penting untuk menjaga netralitas pemilu dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara. Pakar hukum dan politik yang menyebut keputusan ini bisa menjadi preseden bagi kasus serupa di daerah lain.
Implikasi PSU Pilkada Serang
- Dampak terhadap Demokrasi dan Netralitas Pejabat Negara
Kasus ini semakin mempertegas bahwa pejabat publik/Pejabat Negara harus menjaga netralitas dalam pemilu. Jika benar ada intervensi oleh seorang menteri, ini menjadi contoh buruk bagi demokrasi Indonesia. - Preseden bagi Pilkada Lain
Keputusan MK bisa menjadi rujukan bagi kasus serupa di masa depan. Artinya, jika ditemukan keterlibatan pejabat negara dalam pilkada di daerah lain, bukan tidak mungkin hasil pemilu juga bisa dibatalkan. - Kredibilitas MK dan KPU Dipertaruhkan
PSU di Kabupaten Serang menguji independensi dan profesionalisme lembaga penyelenggara pemilu. KPU harus memastikan PSU berjalan dengan adil, sementara MK harus menjaga agar keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan bukti yang kuat.
Kesimpulan
Polemik PSU Pilkada Serang membuktikan bahwa proses demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama terkait penyalahgunaan kekuasaan atau keterlibatan Pejabat Negara dalam pemilu. Putusan MK menjadi peringatan bagi pejabat publik untuk tidak terlibat dalam proses pemilihan. Namun, jika PSU dilakukan tanpa bukti kuat, hal ini bisa menjadi celah bagi kepentingan politik tertentu. Ke depan, pengawasan ketat dari masyarakat dan penegakan hukum yang transparan menjadi kunci untuk memastikan pemilu yang jujur dan adil.
Oleh : Hamdan Nata Baschara,S.H., M.H.(C).
RGA
Red